Chapter 1 Angkasa
I
The Guinness Book of Records
Kalian
pastinya setuju kalau aku terpukau melihat gagahnya menara eiffel atau terpukau menikmati kedamaian riak sungai Amsterdam dari
sebuah sampan yang didayung seseorang sambil bernyanyi, atau kalian pastinya juga setuju kalau aku
melongo-longo melihat ajaibnya candi Borobudur atau mungkin saja kalian yang
terpukau melihat aku bisa menginjakkan kaki di mars atau di daratan paling
mistireus di bumi “Antartika”. Tapi siapa sangka hari ini aku mendapatkan
kesempatan istimewa merasakan
keterpukauan yang lebih membahana dari semua itu, Gita yang merupakan salah
satu siswi yang katanya paling cantik –tapi menurutku ini kurang tepat walaupun
ia memang cantik-, paling nakal dan berandalan di sekolahku entah apa yang
sudah terjadi kepadanya tiba-tiba memohon kepada ku untuk mengejarinya belajar
untuk mengejar ketinggalannya dari kelas sepuluh. Dan ini berhasil menjadi hal
teratas yang paling aku pikirkan hari ini.
Dan
hal itu terjadi 40 menit lagi
Aku
selalu pulang sekolah naik angkot –walaupun aku punya mobil- karena simple,
kamu tidak butuh konsentrasi nyetir, ngisi bensin dan menghadapi macet jalanan
ibu kota. Cukup duduk, bayar, beres.
Tapi
hari ini aku gak bisa naik angkot. Bukan karena aku dijemput atau karena aku
gak ada uang dan pastinya juga bukan karena hari ini hari libur supir angkot
se-Indonesia –kan gak ada liburnya yee-. Tapi hari ini aku gak bisa naik angkot
karena ada satu hal yang gak terduga,
super aneh dan yang benar aja, gita maksa aku untuk pulang bareng dia dan dia
bawa mobil, dan berakhirlah aku di jok depan mobilnya dan harus ku akui
mobilnya benar-benar wangi.
Ini
bener-bener gak masuk akal, aku gak pernah bicara dengan dia sebelumnya dan
tiba-tiba siang ini sepulang sekolah ketika aku sedang nunggu angkot di halte,
Gita mendatangiku, untunglah ketiga sahabatku sudah pulang duluan dan juga
mulai sepi sebenarnya, jadi gak akan ada hal-hal yang tidak diinginkan
–biasalah, apasih yang biasanya teman kamu lakuin kalau kamu digoda sama wanita
cantik walaupun kamu gak suka sama dia- .
“Didi!”
sapa gita
“Hey”
ku jawab dengan kaget karena dia menyapaku, bahkan ku pikir ia tidak pernah
tahu namaku. Dan tiba-tiba,
“Pegang
tangan ku!” dia menyuruhku
“Hah!”
aku bingung, ada apa ini?
“Cepat,
pegang tanganku!”
“Kenapa,
untuk apa?” kutanya lagi, aku yakin ekspresiku benar-benar buruk waktu itu.
“Cepat
pegang! Pegang aja!” Dia mulai geram dan benar-benar memaksaku,
“Untuk
apa?” Kembali lagi ku Tanya, dan kali ini dia hanya diam.
Namun
tunggu dulu, entah mengapa akhirnya ku pegang juga.
Ia
kemudian menarikku ke mobilnya yang diparkir sediki jauh dari halte dan sambil
tertawa kecil ia bilang “kamu pulang denganku hari ini”. Kemudian ia membuka
pintu dan menolak bahuku ke dalam mobilnya. Dan tentu saja aku bingung dengan
kelakuannya.
Dan
yeah, seperti itulah bagamana caranya ia memaksaku (aku gak tahu apakah kata
memaksa itu cocok) dan seperti kubilang tadi mobilnya sangat wangi. Sangking
wanginya aku ingin mataku, mulutku, lidahku dan semua alat indraku juga jadi
hidung, biar aku puas merasakan wanginya, tapi tentu saja itu tidak mungkin.
Sedetik
kemudian ia menstarter mobilnya tapi belum mulai menjalankan mobilnya.
“Eh Di kamu bisa nyetir?” Tanyanya sambil
melirik kearah ku
“Bisa
dong!” Sedikit tersinggung karena mentang-mentang aku setiap hari naik angkot
terus dikiranya aku enggak bisa nyetir.
“Kalo
gitu kamu nyetir deh, kaki aku pegel banget”
“Loh
emangnya kamu ngapain kok bisa pegel, perasaaan kita duduk aja di kelas, pasti
kamu cabut ya?”
“Nanti
deh aku jelasin, sekarang tukaran tempat duduk dulu”
Setelah
bertukar tempat, aku mulai menyetir.
“Oh
jadi ini tujuan kamu ngajak aku, dijadiin sopir ternyata”
“Ha..ha,
tujuan aku ngajak kamu hari ini bukan dijadiin supir, nanti aja deh aku bilang
ya kalo udah nyampek rumah, sekarang aku mau bilang kenapa aku pegel banget
hari ini.
Dan
seperti inilah ceritanya
Jadi
ternyata 1 jam yang lalu tepatnya di dua jam terakhir, kelas gita itu pelajaran
matematika dengan guru normalnya seorang guru matematika, guru
killer(normalkan?) namanya pak sofian, sesuai cerita gita pada saat itu semua
orang terserang wabah ngantuk. Dan dina yang duduk di kursi paling belakang
sudah tidak sanggup menahan ngantuk lagi usil melempar gumpalan kertas kearah
gita yang duduk di kursi paling pojok depan dekat pintu(kursi kesayangannya,
karena katanya banyak angin, buat apa?, ya buat dia enak tidur, emangnya
apalagi sih) disaat pak sofian sedang
nulis di papan tulis dan tidak melihat ke muritnya
“Pukk”
“Aduh,
apa-apaan kamu din!” Dina memeletkan lidahnya ke arah gita, dan sontak saja
gita menjadi emosi dan membalas melempar dina dengan gumpalan kertas yang lebih
besar. Tapi sayang baru saja ia mengambil anjang-anjang untuk melempar “Gita,
kita sedang belajar matematika sekarang bukannya belajar melempar bola kertas,
maju kamu kedepan!!” suara lantang pak sofian menggelegar di kelas dan sontak
seluruh kelas tertawa. Gita yang malang, dia gak sadar kalau semua orang
memperhatikannya disaat dia mengangkat tangan untuk membalas lemparan dina,
sedangkan dina sudah berakting kalem tanpa dosa.
“Tapi
Dina duluan mulai pak” Gita membela diri
“Gak
ada, saya lihat tadi dina sedang nulis, sekarang kamu berdiri kaki sebelah”
“Tapi
Pak!”
“Berdiri
kaki sebelah saya bilang”
Dan
berakhirlah gita di depan kelas sambil berdiri kaki sebelah dan tangan di
telinga.
Yah
seperti itulah ceritanya dan gak ada yang mau membela gita melainkan semuanya
bersuka ria karena terbebas dari rasa ngantuk setelah melihat pertunjukan
seru. Hahahaha. Tapi kalau dilihat-lihat
gita juga sering usil sih dengan teman-temannya, jadi anggab aja kali ini
pembalasan untuk dia.
Memang
bener mereka bilang XII-7 kelas yang seru.
“Hahahaha.
Gita-gita, kocak banget!” Itulah kata yang berhasil keluar dari mulutku setelah
mendengar ceritanya
“Jangan
lagi Di, aku udah bosen diketawain terus dari tadi”
“Hahahaaha”
Aku makin gak sanggub menahan tawa
“Jangan
ketawa lagi ah Di” Muka gita kesel banget
Setelah
berjuang, akhirnya berhasil juga aku menahan tawa
Sekarang
dia mulai membicarakan hal lain
“Kamu
tahu, kamu bisa masuk ke guinness book of records!” Gita mulai bicara lagi
dan ekspresinya normal kembali
“Apa
urusannya buku rekor dunia itu dengan ku, ada-ada aja kamu” Sumpah kali ini aku
bingung
“Kamu
tahu aku butuh hampir 5 menit untuk
membuat kamu mau megang tangan ku tadi, biasanya bahkan aku gak butuh 1 menit!”
lagi ia bicara dengan semangat
“Hah,
kamu sering melakukan itu, untuk apa?”
“Ha….ha…,
ya aku sering kayak gitu? Cuma untuk menjahili cowok-cowok, dan kamu tahu,
mereka langsung megang tanganku tanpa aku minta dua kali.
“Ha…ha…,
wajar dia emang sangat cantik, siapa sih yang gak mau” Bisik batinku
“Terus
kamu kamu apain, kamu ajak ke mobil juga, dijadiin supir juga?”
“Haahaha,
iya aku ajak ke mobil, tapi gak aku jadiin supir”
“Hah
yang bener? Terus kamu apain, kamu ajak kemana?” Kali ini benar-benar buat aku
jadi penasaran.
“Gak
aku apa-apain dan gak aku ajak kemana-mana”
“Jadi?”
Benar-benar penasaran
“Aku
masuk ke mobil terus aku tinggal dia yang lagi bingung di parkiran”
“What!!,
Kok begitu, kejam abis” Aku benar-benar terkejut
“Namanya
juga jahil” Jawabnya sambil tertawa
Setelah
diam beberapa saat, akhirnya aku mulai lagi membuka pembicaraan dan melupakan
kejahilannya
“Tapi
kurasa kita berdua layak masuk guinness book of records” Aku mulai nyaman
bicara dengan dia
“Hah,
kenapa?” sekarang dia yang ganti bertanya
“Pasti
genuineness book of record setuju, memasukkan kita sebagai tetangga paling aneh
karena setelah 5 tahun bertetangga, baru hari ini kita bertemu dan
berbicara”.
***
Gita,
seperti ku bilang di atas, dia tetanggaku. Rumah kami bersebelahan. Aku mulai
hidup bertetangga dengannya 5 tahun yang lalu, disaat aku masih duduk di bangku
SMP. Ayahku seorang pengusaha besar. Ia memiliki banyak sekali perusahaan dan
hal itulah yang membawa kami harus hidup di ibukota dan meninggalkan kota kami,
agar ayahku mudah mengatur perusahaannya.
Diwaktu
SMP aku tidak satu sekolah dengan Gita. Jadi membuatku tidak terlalu
mengenalnya walaupun sifatku yang terlalu tertutup mungkin juga menjadi hal
utama.
Di
waktu SMA, kami satu sekolah, namun tetap saja aku tidak mengenalnya karena
kami berbeda lokal dan sebenarnya aku juga tidak pernah tertarik untuk
berbicara dengannya sedikitpun.
Hanya
ada dua hal yang aku tahu tentang Gita, namanya dan kelakuannya. Walaupun ada
satu lagi yang aku tahu tentang dia, dia sangat cantik namun aku tidak peduli
untuk yang satu ini, karena ada seseorang yang jauh lebih cantik darinya
-menurutku- seperti yang juga sudah ku bilang di awal.
Aku
masih ingat kejadian pagi tadi.
“Gita,
ya tuhan, dari mana saja kamu baru pulang jam 6 pagi begini?, kamu bener-bener
buat mama jadi gila!!” aku mengintip dari celah gordenku, untuk melihat mereka.
Bukannya aku suka mencampuri urusan orang, tapi keributan mereka membuat
kepalaku pusing dan disamping itu aku sebenarnya juga sangat terkejut- yang
benar saja dia baru pulang jam 6 pagi- dan memastikan apakah itu benar.
Dan
benar saja, itu kenyataan
“Udah
deh ma, biasa aja!, gak usah heboh gitu”, Gita dengan mudahnya berlenggok santai
melewati ibunya dan ayahnya-yang diam saja- kemudian hilang masuk ke rumahnya.
Hari
ini aku tiba di sekolah pukul 6.30 itu normal. Gita tiba di sekolah pukul 7.30,
itu gila, tapi normal untuk dia. Dan lebih gila lagi menurutku ia baru pulang
ke rumah pukul 6.00, apakah ia tidak lelah dan ngantuk, mengapa ia kuat sekali
dan tetap pergi ke sekolah walaupun ia tahu hukuman telah menantinya karena ia
pasti terlambat. Dan itulah gita, ia selalu seperti itu.
Aku
tahu persis dia karena dari kamarku aku bisa melihat kamarnya, parkiran
mobilnya dan terasnya. Suara mobilnya ketika masuk ke pelataran rumahnya selalu
jelas terdengar di kamarku, suara membuka pintu atau suara omelan ibunya. Dan
sudah kupastikan, ia hanya mendapatkan tidur cukup 1-2 hari perminggu. Karena
dihari lainnya ia pasti akan pulang larut malam sekali dan yang tergila adalah
hari ini, ia baru pukul 6 pagi. Dan tahukah kalian, ia selalu hadir di sekolah,
tidak pernah absen. Walaupun 80% kehadirannya diisi dengan terlambat.
Kurasa
hari ini aku mulai paham, berbeda sekolah diwaktu SMP dan berbeda local di
waktu SMA dan juga sifat tertutup ku bukan sebab aku tidak pernah mengenal
Gita, satu-satunya alasan yang masuk akal karena disaat aku dirumah dia pergi
dan disaat aku telah tidur dia pulang dan disaat aku sudah sampai di sekolah di
bahkan belum mandi. Kami persis seperti burung hantu dan elang walau hidup di
pohon yang sama, tapi mustahil bertemu.
***
Semua
orang setuju kalau aku termasuk orang yang cukup introvert, aku selalu bicara
sedikit apalagi dengan orang yang baru aku kenal. Tapi entah kenapa, siang ini
di mobil gita sifat introvertku benar-benar gak aktif, lihat aja aku
benar-benar mudah berbicara dan bercanda ria dengan dia, walaupun ini adalah
pertama kalinya aku mengenalnya, berjumpa dan sekaligus pertama kalinya aku
berbicara dengan dia. Dan sekedip mata aku sudah berada di depan rumahku.
“Di,
kamu mau ya jadi guru aku?” Gita bicara sebelum aku membuka pintu mobilnya dan
ternyata ini jawaban “untuk apa” pertanyaan pertama aku masuk ke mobilnya.
“Guru?”
Bener, sumpah samber geledek aku bener-bener shock dengar kata itu
“Ya,
ajarin aku pelajaran dari kelas satu”
“Gita?,
Belajar? Hah!” batinku masih jauh dari sadar
“Ya
dong, please”
“Y..a
udah deh, bilang aja nanti” Akhirnya keluar juga kata itu, walaupun batinku
masih belum sadar
“Oya
Di, Aku minta No Hp kamu dong, biar enak manggilnya”
Dan
kami pun bertukar no Hp dan dia kemudian masuk ke rumahnya.
“Ciee,
Pulang sama kakak cantik!!”
Oke
itu adik ku putri yang juga baru pulang sekolah dan tiba-tiba aja udah di
samping ku. Dia masih SMP kelas 2, dan satu hal yang kamu harus tahu dia
benar-benar jahil. Banyak banget cara dia ngangguin aku.
“Eh,
anak kecil diem aja” Aku ngomel sambil menarik pagar dan langsung masuk ke
rumah
“E..enak
aja, putri udah, bukan anak kecil lagi ya kak, coba liat udah hampir sama
tingginya sama pacar kak itu”
“Hah,
siapa pacar kakak?”
“Loh
tapi kak Gita”
“Eh
asal banget kamu ngomongnya!, baru juga tadi kenal!”
“Eh
kalau begitu bakal pacar”
Dan
langsung tak ku ladeni lagi karena bakal panjang pesoalannya nanti
Tapi
kata bakal pacar masih menyangkut di kepala ku
“Bakal
pacar?, Huh ada ada aja ni anak, tapi siapa yang tahu kalau gita ternyata
menjadi lebih dari pacar suatu hari nanti. Rencana tuhan yang terindah,
bukankah begitu?”
Komentar
Posting Komentar